Pekanbaru: Pesatnya perkembangan tekhnologi informasi telah mengubah wajah transportasi di Indonesia. Salah satunya melalui pemunculan angkutan online yang belakangan marak menuai protes di berbagai kota. Utamanya dari pengelola dan pekerja jasa transportasi reguler yang merasa kalah bersaing dengan transportasi berbasis aplikasi online. Sejumlah pihak meminta Kementerian Perhubungan merevisi Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULAJ) karena UU itu dinilai tidak mengatur penggunaan angkutan online yang terus berkembang.
Rektor Universitas Islam Riau Prof. Dr. H. Syafrinaldi, S.H., M.C.L berpendapat, angkutan umum online yang lagi daring bukan bentuk moda angkutan umum yang baru. Jenis angkutan ini sama dengan angkutan umum cara sewa lainnya. Hanya saja pola pemesanannya menggunakan aplikasi elektronik.
''Saya tetap berharap kendaraan angkutan tersebut menjadi plat kuning, tergabung pada badan usaha maupun koperasi sehingga Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak Dalam Trayek sudah tepat kedudukannya, dan UULAJ tidak perlu direvisi untuk mengakomodir hal tersebut,'' kata Syafrinaldi kepada Dirlantas Polda Riau dalam bincang-bincang siang di Pekanbaru, Rabu (11/4).
Syafrinaldi bertemu secara informal dengan Dirlantas dalam kapasitasnya sebagai ahli hukum yang dimintai pendapat terkait munculnya desakan berbagai pihak terhadap Revisi UULAJ. Selain dirinya ikut pula berkontribusi pemikiran Prof. Dr. Ir. Sugeng Wiyono, MMT dan Ir. Mardianto Manan dari Fakultas Teknik. Dari Polda Riau hadir AKBP Roy Ardhya Candra S.IK (Wadir Lantas), AKBP Darimi, S.H., N.H., M.M (Kasubdit Kamsel Ditlantas), Kompol Zulanda, SIK., M.Si (Kasi STNK Subdit Regident) dan Kompol Robert (Kasi Prasjal Subdit Dikyasa Ditlantas).
Terkait R2 sebagai kendaraan umum, menurut Syafrinaldi, sebaiknya diakomodir melalui peraturan daerah sebagai local wisdom. Sebab bila statusnya dinaikkan ke dalam perubahan UULAJ maka ini akan berdampak secara nansional, sedangkan kendaraan ojek hanya beroperasi di beberapa daerah tertentu saja. ''Saya kira tidak perlu diatur dalam UULAJ melainkan cukup melalui peraturan daerah saja termasuk pengaturan menyangkut wilayah operasi dan tarifnya,'' tegas Syafrinaldi.
Penegasan serupa disampaikan Sugeng Wiyono. Menurut Guru Besar Teknik ini, penerapan sepeda motor R2 sebagai kendaraan umum sebaiknya diakomodir lewat perda sesuai kebutuhan masing masing daerah. Alasannya angkutan ini hanya kendaraan umum sementara yang mengisi kekosongan atau transisional dari misi pengembangan tranportasi massal yang disepakati melalui RUNK.
''Merevisi UU Lalu Lintas dapat menimbulkan kontra produktif dari target pengembangan transportasi massal yang berkeselamatan apalagi R2 memiliki kerentanan pada kecelakaan. Jadi kalau status diakomodir secara nasional melalui revisi UU maka ini akan membawa dampak luar biasa pada kesepakatan RUNK. Sebab pengaturan transportasi merupakan bagian terpenting dalam upaya nasional meningkatkan keselamatan berlalu lintas,'' papar Sugeng. Sugeng mengatakan, Pemerintah Pusat sebaiknya mendelegasikan kewenangan pengaturan ini kepada pemerintah daerah.
Sementara status taxi online, dinyatakan Sugeng, telah diakomodir oleh PM 108/2017. Yang diperlukan sekarang pelaksanaan yang optimal dari Permen 108/2017 karena aturan teknisnya sudah sangat detail, dan mengakomodir semua kepentingan taxi/angkutan online.*